top of page
Writer's pictureIRON FIRE

TODAY'S PERSPECTIVE

Krisis Iklim Tanggung Jawab Siapa?

Oleh: Danis Nur Azizah


Perubahan iklim adalah proses yang menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan di bumi seperti kerusakan ekosistem, serta bencana alam. Hal ini disebabkan oleh pemanasan global yang terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Berita mengenai perubahan iklim atau yang disebut sebagai climate change akhir-akhir ini menjadi trending di sosial media. Salah satunya berita banjir bandang yang mulai melanda beberapa negara, termasuk Belgia, Filiphina, Tiongkok, Belanda, Jerman, India, dan Inggris. Banjir bandang yang menimpa Belgia pada Juli lalu, diakibatkan oleh badai petir dan hujan lebat sehingga mengakibatkan jebolnya waduk. Ratusan jiwa diperkirakan menjadi korban. Dikutip dari Kompas.com para ilmuwan menyebutkan bahwa penyebab utamanya adalah perubahan iklim. Mereka meminta Pemerintah Eropa untuk beradaptasi sekaligus menerapkan berbagai kebijakan. Selain itu, dikabarkan bahwa hujan air juga mengguyur Greenland pada 14 Agustus lalu. Hal ini merupakan kejadian pertama kali dalam sejarah yang mengakibatkan puncak gunung meningkat temperaturnya. Lalu, kebakaran hutan di California Utara yang disebut sebagai Dixie Fire juga merupakan bencana alam akibat dari kekeringan jangka panjang perubahan iklim.

Menyusul berbagai berita ini, IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) pada 9 Agustus 2021 merilis Laporan Penilaian Keenam dari Kelompok Kerja I Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (The Intergovernmental Panel on Climate Change Working Group I Sixth Assessment Report/AR6 Group 1 IPCC) dengan judul “Climate Change 2021, The Physical Science Basis”. Sebanyak 234 ilmuwan dari 66 negara memaparkan bukti-bukti ilmiah dalam laporan tersebut bahwa pada 2019 konsentrasi karbondioksida di atmosfer berada pada level tertinggi dalam setidaknya 2 juta tahun terakhir, sementara konsentrasi gas rumah kaca lain seperti metana dan dinitrogen oksida mencapai level tertinggi dalam 800.000 tahun terakhir. Dari laporan IPCC dunia akan mencapai suhu 1,5 derajat selsius dalam dua dekade mendatang.


Emisi gas karbon global berasal dari mana?

Salah satu contoh emisi karbon gas adalah karbon dioksida. Karbon dioksida dihasilkan dari pembakaran bensin, gas LPG, solar, kayu, dan pembakaran lainnya yang mengandung hidrokarbon. Selain karbon dioksida UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) menetapkan lima jenis gas rumah kaca lainnya yaitu Perfluorocarbons (PFCs), Sulfur hexafluoride (SF6), Metana (CH4), Hydrofluorocarbons (HFCs), dan Nitro Oksida (N2O). Emisi gas rumah kaca tersebut berasal dari bahan bakar fosil seperti gas alam, batu bara, minyak bumi, serta hasil ekstraksi sumber daya alam yang lain. Emisi ini dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sejak digencarkannya revolusi industri. Kelas pemilik modal serta perusahaan ekstraktif dengan skala besarlah yang memperburuk krisis iklim. Riset dari jurnal The Lancet Planetary Health yang terbit pada 2020 menyebutkan negara-negara utara bumi, termasuk AS dan Uni Eropa, menyumbang 92 persen emisi gas karbon global. WRI atau World Research Institute juga menyatakan lebih dari setengah emisi GRK (Gas Rumah Kaca) global berasal dari sepuluh negara dengan urutan antara lain Tiongkok, AS, Uni Eropa, India, Rusia, Jepang, Brazil, Indonesia, Iran, dan Kanada.


Berdasarkan data WRI 2018 Tiongkok menyumbang 26,1% emisi GRK lalu disusul AS yang menyumbang 12,7%, dari data, Indonesia juga termasuk dalam jajaran sepuluh besar penyumbang emisi karena menghasilkan 2% emisi GRK global. Indonesia termasuk tinggi dalam menghasilkan emisi karena pertambangan batu bara. Tidak dapat dipungkiri Indonesia menduduki lima besar produsen batu bara dunia.


Kapitalisme dan Krisis Iklim

Mengambil contoh dari yang terjadi di Indonesia, pemegang batu bara tentunya pengusaha kelas atas, bukan warga desa tempat tambang batu bara berdiri. Kemudian, dikutip dari tulisan Chris Saltmarsh, kapitalislah yang mendapatkan keuntungan dari krisis iklim ini bukan masyarakat biasa atau dalam kata lain masyarakat menengah ke bawah. Banyak berita ataupun media yang selalu menuliskan bahwa krisis iklim merupakan tanggung jawab seluruh umat manusia, akan tetapi masyarakat menengah ke bawah lebih banyak dirugikannya daripada diuntungkan. Masyarakat hanya sebagai konsumen, serta masyarakat menengah ke bawah tidak memiliki suara atau pendapat mengenai keputusan fundamental produksi yang akan mendorong krisis iklim, serta tidak memiliki andil dalam pembuatan kebijakan.


Seperti yang sudah disebutkan dari data-data IPCC terbaru bahwa memerlukan kerjasama berbagai negara untuk menurunkan emisi secara ekstrem agar suhu bumi dapat dikembalikan ke level aman dalam beberapa dekade ke depan. Oleh karena itu saat ini pemerintah, pengusaha kelas atas, investor sudah sepatutnya meningkatkan aksi mereka terhadap perubahan iklim, terlebih terkait kebijakan. United Nations Climate Change Conference COP26 di Glasgow menjadi sangat penting bagi seluruh pihak untuk mengedepankan target pengurangan emisi 2030 yang lebih kuat lagi, dan berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada pertengahan abad, atau bahkan bisa lebih cepat lagi, sebagaimana yang ditekankan pada temuan laporan IPCC mutakhir.


Sumber:

Hijauku, “Laporan IPCC: Tanda Bahaya untuk Kemanusiaan”, https://hijauku.com/2021/08/09/laporan-ipcc-tanda-bahaya-untuk-kemanusiaan/, diakses pada 2 September 2021.


Faisal Irfani, “Krisis Iklim: Ulah Penguasa yang Akibatnya Ditanggung Kita Semua", https://tirto.id/gi2u, diakses pada 2 September 2021.


Yosepha Pusparisa, “10 Negara Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar", https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/02/16/10-negara-penyumbang-emisi-gas-rumah-kaca-terbesar, diakses pada 2 September 2021.


Chrish Saltmarsh, “Capitalism is What’s Burning the Planet, Not Average People”, https://jacobinmag.com/2021/08/ipcc-sixth-assessment-report-climate-change-denial, diakses pada 2 September 2021.


Jalal, “Indonesia dan Laporan Penilaian Keenam IPCC, Bagaimana Harusnya Kita Berubah?”, https://www.mongabay.co.id/2021/08/25/indonesia-dan-laporan-penilaian-keenam-ipcc-bagaimana-harusnya-kita-berubah/l, diakses pada 3 September 2021.


26 views0 comments

Recent Posts

See All

TODAY'S PERSPECTIVE

Euthanasia Tourism As Assisted Suicide Travel by: Vivi Diah Respatie Euthanasia is complicated thing to be discussed. It is because the...

TODAY'S PERSPECTIVE

Enam Tahun Setelah Paris Agreement Disepakati, Bagaimana Hasilnya? Oleh: Rafika Wahyu Andani Momentum global perubahan iklim yang...

TODAY'S PERSPECTIVE

Peran International Labour Organization (ILO) dalam Melindungi Buruh Migran Indonesia di Arab Saudi Oleh: Rayhan Fasya Firdausi...

Comments


bottom of page