Bagaimana Masker Medis Mencerminkan Ego, Akal, dan Nurani
Oleh: Anastasia Nesya Nugraeni
Tahun 2020 mendatangkan begitu banyak kejutan bagi umat manusia. Salah satu kejutan yang paling menggemparkan ialah merebaknya pandemi Covid-19 yang sukses menimbulkan banyak kekacauan di berbagai belahan dunia. Covid-19 merupakan wabah berbahaya yang dapat menular dengan mudahnya, maka dari itu perlu kedisiplinan dan ketelatenan tiap individu demi menekan laju penularannya. Salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk melindungi diri kita agar tidak tertular virus ini adalah dengan menggunakan masker medis–ya, masker yang terbuat dengan bahan khusus, memiliki pita logam di bagian atasnya dan biasa dijumpai dengan warna hijau dan putih di masing-masing sisinya.
Masker medis merupakan suatu benda yang sudah tak asing lagi bagi kehidupan manusia zaman sekarang dan mendadak menjadi sesuatu yang paling dibutuhkan oleh dunia yang tengah dilanda kepanikan ini. Karena kemampuannya untuk melindungi pengguna dari virus yang kemungkinan masuk melalui hidung atau mulut, banyak orang yang berlomba-lomba membeli masker medis demi melindungi dirinya masing-masing. Seolah tak lagi mengindahkan anjuran untuk membeli sesuai kebutuhan dan tidak melakukan pemborosan, cukup banyak orang yang sampai menimbun masker medis dengan beralasan panik dan untuk berjaga-jaga. Sejatinya, melakukan tindakan preventif bukanlah suatu kesalahan, namun perlu diingat bahwa segala sesuatu yang berlebihan itu tidak selamanya akan membawa dampak positif. Faktanya, karena banyak oknum maupun perorangan yang menimbun masker medis demi kepentingan mereka sendiri, terjadi kelangkaan masker di berbagai tempat. Untuk situasi krisis seperti ini, masker medis sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang sekiranya berkepentingan–tenaga medis, orang sakit, dan orang-orang yang terpaksa bepergian keluar rumah demi pekerjaan, contohnya. Mirisnya, kebanyakan pihak yang menimbun masker ini tidak hanya dengan motif memenuhi cadangan pribadi, tetapi justru untuk meraup keuntungan. Mungkin bila ada waktu senggang, bisa kita lihat berapa banyak berita yang menyorot oknum yang melakukan hal tak bermoral tersebut–hanya memikirkan keuntungan pribadi atau segelintir orang tanpa memikirkan nasib yang lainnya, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan disaat ada banyak orang lain yang lebih membutuhkannya.
Satu lagi hal yang membuat saya cukup prihatin ialah adanya sejumlah pihak yang bertindak sebagai “pahlawan” dengan menuduh pihak lain menimbun masker dan melaporkannya ke pihak berwenang. Cerita ini saya dapatkan langsung dari salah seorang teman saya (ia adalah seorang pegawai toko yang sangat memerlukan masker medis untuk bekerja, mengingat bahwa pegawai toko tidak bisa bekerja dengan sistem work from home) yang pada minggu lalu hendak membeli masker medis kepada seorang penjual sekaligus juga teman dari yang bersangkutan. Transaksi mereka terpaksa dibatalkan karena si penjual ditangkap oleh pihak berwenang dengan tuduhan menimbun masker medis. Menurut teman saya, si penjual tidak menimbun, namun hanya menjual sebagaimana mestinya dengan harga normal – Rp3.000,00,- /pcs atau sebesar Rp150.000,00,- per kotaknya. Namun ternyata ada pihak (yang belum diketahui identitasnya) melaporkan si penjual dengan tuduhan menimbun masker medis, yang mana sekarang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang ilegal di Indonesia. Hal seperti ini tentunya merugikan para pelanggan yang membutuhkan masker medis tersebut, mengingat di pasaran harganya sudah meroket tinggi sekali. Tetapi tetap saja ada mata buruk yang dengan mudahnya, seolah tidak tergerak nuraninya, untuk melontarkan tuduhan kepada pihak yang tak bersalah.
Dunia saat ini tengah dilanda krisis besar. Bila kita sebagai sesama warga negara Indonesia saja tidak mampu mengesampingkan ego dan menggunakan akal serta hati nurani untuk membantu sesama (setidaknya, untuk meringankan beban bersama), menurunkan jumlah orang-orang yang tertular dan mempertahankan angka kematian agar tidak terus bertambah bisa jadi hanya sekadar angan-angan saja, pun menghapuskan wabah ini dari tanah air pasti jadi khayalan belaka.
Comments