top of page
Writer's pictureIRON FIRE

TODAY'S PERSPECTIVE

Updated: Mar 21, 2021

Freeport di Tanah Papua: Potensial atau Justru Krusial?

Oleh: Fairuz Lathifah


Fenomena kerusakan lingkungan masih menjadi sesuatu yang terus hangat diperbincangkan. Mobilitas dan aktivitas baik kelompok maupun individu memberikan implikasi dalam kasus keberlanjutan lingkungan. Hal ini mengharuskan masyarakat untuk dapat melakukan adaptasi atas perubahan-perubahan yang terjadi. Misalnya sebuah perusahaan multinasional PT. Freeport Indonesia. Perusahaan ini merupakan anak dari perusahaan tambang internasional yang berpusat di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat, Freeport-Mcmoran Copper and Gold Inc. Kontrak dengan PT. Freeport Indonesia yang awalnya menjanjikan keuntungan ekonomi ternyata seiring berjalannya waktu kegiatan perusahaan ini mengakibatkan kerusakan pada ekosistem lingkungan. Sehingga kondisi lingkungan dan kesehatan masyarakat di sekitar pertambangan mengalami penurunan.


Freeport-Mcmoran Copper and Gold Inc telah mengeksplorasi sumber daya alam paling berharga di Indonesia dengan menggali emas dan tembaga di Papua semenjak 1967. Meskipun mereka memperoleh banyak keuntungan dari hal ini, namun pihak Freeport hanya memberikan 9,36% dari pendapatan mereka kepada pemerintah Indonesia sebelum tahun 2018 (Shobaruddin, 2018). Angka tersebut tentu tidak sepadan dengan apa yang terjadi pada lingkungan Papua saat itu. Berlanjutnya kontrak antara pemerintah Indonesia dengan pihak PT. Freeport Indonesia memberikan sebuah tantangan baru bagi keberlanjutan lingkungan Papua.


Kilas balik dampak yang tanah Papua rasakan terhadap kehadiran dari investor asing dapat terlihat dari matinya sungai Aijkwa, Aghawagon dan Otomona karena tumpukan batuan limbah tambang dan tailing yang mencapai 840.000 ton (Hidayat, 2006). Tercatat buangan limbah batuan dan tailing hasil pengerukan dalam kurun satu tahun mencapai 55 juta ton hanya untuk satu lokasi saja. Pembuangan limbah tailing ke sungai, hasil audit lingkungan yang dilakukan oleh Parametrix menunjukkan bahwa residu yang dibuang Freeport merupakan bahan yang dapat menghasilkan cairan asam yang berbahaya bagi kehidupan akuatik (Luhukay, 2016). Bahkan sejumlah spesies perairan sensitif di Sungai Aijkwa punah akibat puing-puing limbah Freeport. Greenomics Indonesia telah menghitung bahwa biaya pemulihan lingkungan yang rusak mencapai 67 triliun rupiah. Freeport mengklaim bahwa pemerintah pusat menerima keuntungan langsung sebesar US$ 3,8 miliar, atau sekitar 36 triliun rupiah antara tahun 1992 dan 2005. Dihitung dari taksiran biaya lingkungan yang harus dikeluarkan, Indonesia akan mengalami kerugian sekitar 31 triliun rupiah (Astuti, 2018).


Keuntungan yang didapatkan tidak seberapa bagi masyarakat Papua. Pengelolaan limbah yang belum berjalan baik dan lingkungan tambang yang dekat dengan wilayah pemukiman warga mengakibatkan masyarakat kekurangan akses untuk air bersih. Pasokan air lokal yang berasal dari aliran sungai di sekitar wilayah operasi PT. Freeport Indonesia sudah tercemar akibat pencemaran drainase batu asam. Adanya penurunan dari kualitas lingkungan dapat memberikan efek domino pada aspek keamanan, ekonomi, kesehatan dan pribadi masyarakat. Pertama, hal ini membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menangani krisis. Selain itu, polusi yang terjadi baik udara, tanah maupun air mempengaruhi pemenuhan kehidupan masyrakat yang lebih baik. Hal ini sulit untuk dicapai karena keadaan udara, tanah, dan air yang terkontaminasi logam berat mempengaruhi konsumsi masyarakat sehingga timbul berbagai macam penyakit seperti pencernaan, pernapasan, dan bahkan kematian prematur.


Kehadiran dari pihak pemerintah diperlukan untuk menyelamatkan kondisi lingkungan juga keberlangsungan hidup masyarakat Papua. Kontribusi pemerintah dibutuhkan baik dalam bentuk kebijakan maupun tindakan langsung. Selain pemerintah, masyarakat juga diharapkan dapat terus mengawasi berjalannya setiap kebijakan. Tanah Papua memang terkenal potensial. Namun, akan lebih baik lagi apabila sumber kekayaan alam ini terus dijaga supaya dapat berkelanjutan. Hal ini diperlukan untuk menjadikan aktivitas pertambangan di Papua tidak hanya memberikan manfaat secara ekonomi tetapi juga keamanan pada lingkungan sebagai tempat berlangsungnya kehidupan masyarakat Papua sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

CNN. (2020). Indonesia Balik Modal Caplok Saham Freeport pada 2025. Retrieved March 5, 2021, from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200122164114-85-467751/indonesia-balik-modal-caplok-saham-freeport-pada-2025


Astuti, A. D. (2018). Implikasi Kebijakan Indonesia dalam Menangani Kasus Pencemaran Lingkungan oleh PT. Freeport terhadap Keamanan Manusia di Mimika Papua. Journal of International Relations, Volume 4, Nomor 3, 547-555.


Hidayat. (2006). Laporan Dampak Operasi Freeport Rio Tinto Publikasi Ulang Riset Walhi 2006. Walhi Journal, 4-6. Retrieved from https://www.walhi.or.id/id/home/48-publikasi/1613-laporan-dampak-operasi-pt-freeport-rio-tinto-publikasi-ulang-riset-walhi-2006.html


Luhukay, R. S. (2016). TANGGUNG JAWAB PT FREEPORT INDONESIA TERHADAP PENANGANAN KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MIMIKA PAPUA. Lex et Societatis, Vol. IV/No. 3/Mar, 84-92.


Shobaruddin, M. (2018). NEW CHAPTER OF DIPLOMATIC RELATION BETWEEN INDONESIA-AMERICA UNDER NEW CONTRACT OF FREEPORT-MCMORAN. JURNAL NATAPRAJA Vol. 6, No. 1, 1-10.


33 views0 comments

Recent Posts

See All

TODAY'S PERSPECTIVE

Euthanasia Tourism As Assisted Suicide Travel by: Vivi Diah Respatie Euthanasia is complicated thing to be discussed. It is because the...

TODAY'S PERSPECTIVE

Krisis Iklim Tanggung Jawab Siapa? Oleh: Danis Nur Azizah Perubahan iklim adalah proses yang menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan di...

TODAY'S PERSPECTIVE

Enam Tahun Setelah Paris Agreement Disepakati, Bagaimana Hasilnya? Oleh: Rafika Wahyu Andani Momentum global perubahan iklim yang...

Comentários


bottom of page