Yaman dan Krisis Kemanusiaan Terburuk di Dunia
Oleh: Rania Nabilla Putri
Tahun ini banyak kejadian - kejadian baru yang menggemparkan dunia, mulai dari isu Perang Dunia Ketiga, kematian tokoh - tokoh ternama, pandemi virus corona yang terus meluas dan menutup hampir seluruh negara di dunia, serta isu rasisme yang kembali memanas setelah kematian George Fyold di Minnesota. Namun, ada satu kejadian yang luput dari pandangan dunia internasional, yaitu mengenai Yaman yang tengah mengalami krisis kemanusian terburuk sepanjang sejarah era modern ini. Sejak meletusnya perang saudara antara kelompok bersenjata dan pemerintahan Yaman pada tahun 2015 lalu, Yaman perlahan - lahan mulai hancur dan di lupakan dunia. Kata ‘aman’ seakan - akan tidak pernah terdengar lagi di negara yang dulunya terkenal akan peninggalan peradaban Islam ini. Ditambah lagi dengan intervensi Arab Saudi yang terus membombardir Yaman dengan rudal - rudalnya yang mematikan semakin memperparah kondisi Yaman.
Korban yang disebabkan oleh konflik ini pun tidak tanggung - tanggung, berdasarkan data yang dilansir dari Armed Conflict Location and Event Data Project diperkirakan sejak akhir tahun 2014 tercatat ada lebih dari 112.000 orang telah meninggal dunia akibat dari kekerasan langsung, termasuk didalamnya ada 12.600 warga sipil yang menjadi target serangan. Angka ini belum termasuk korban dari bencana kelaparan dan penyakit mematikan seperti kolera dan Covid-19 yang semakin menghantui penduduk Yaman. Bencana kelaparan Yaman juga dinilai sebagai bencana kelaparan terburuk sepanjang sejarah manusia dan masih terus berlanjut dimana anak - anak yang menjadi korban utamanya. Seperti yang di sampaikan oleh Save the Children, ada sekitar 85.000 anak dibawah 5 tahun meninggal dunia akibat kelaparan sejak April 2015 dan diperkirakan 2 juta anak di Yaman menderita kurang gizi akibat dari konflik ini. Belum lagi dampak dari pandemi corona yang mengharuskan 75 persen dari program bantuan kemanusiaan PBB ditutup atau mengurangi operasi. Selain itu pandemi corona juga memakan korban jiwa dengan total 254 kematian dan 922 kasus positif sejak Mei 2020. Di tambah lagi dengan wabah colera terbesar yang terus belanjut hingga saat ini sejak Oktober 2016 lalu, di mana berdasarkan data dari WHO EMRO ( Regional Office for the Eastern Mediterranean ) terdapat lebih dari 2 juta kasus dan 3.750 kematian sejak tahun 2017.
Dilihat dari parahnya penyakit menular dan bencana kelaparan yang terjadi, dapat dibayangkan bagaimana penderitaan penduduk Yaman yang mengalami itu semua selama hampir enam tahun terakhir. Dunia internasional yang seakan - akan memilih untuk tutup mata semakin memperparah keadaan mereka, padahal ada lebih dari dua pertiga penduduk Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan, termasuk di dalamnya ada lebih dari 12 juta anak - anak. Bantuan kemanusiaan dari masyarakat internasional-lah yang dapat membantu mereka terbebas dari penderitaan. Jika kematian George Fyold saja dapat membangkitkan dan membuka mata dunia akan isu rasisme dan hak hidup seseorang, maka penduduk Yaman juga pantas memperoleh hak yang sama. Mereka juga pantas untuk dapat hidup tenang, aman, nyaman dan terbebas dari konflik yang terus mengekang mereka. Konflik antara dua pihak yang bertikai serta invervensi dari negara besar tidak dapat membenarkan perbuatan mereka terhadap jiwa - jiwa yang haknya direnggut hanya karena kepentingan dari kedua kubu.
Sumber:
Cargill, Iona. 2020. The Yemen Crisis: Civil War, Starvation and Now a Global Pandemic, diakses melalui https://www.oxfordstudent.com/2020/06/18/the-yemen-crisis-civil-war-starvation-and-now-a-global-pandemic/ pada 21 Juni 2020
Stone, Mark. 2020. Coronavirus will ‘delete Yemen from maps all over the world’, diakses melalui https://news.sky.com/story/coronavirus-will-delete-yemen-from-maps-all-over-the-world-11989917 pada 21 Juni 2020.
Comments