65 Tahun Konferensi Bandung
Oleh: Vivi Diah Respatie
Pada hari ini, 65 tahun yang lalu, sejarah besar tercipta. Tepatnya pada tanggal 18 April hingga 24 April 1955 di Gedung Merdeka, Bandung telah dilaksanakan sebuah konferensi—dalam rangka mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan dan melawan segala bentuk kolonialisme. Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika atau Konferensi Bandung ini digelar untuk menyatukan negara-negara postcolonial di Asia–Afrika. Pasca Perang Dunia II berakhir, lahirlah Perang Dingin, yang menandakan terbentuknya jenis kolonialisme baru yaitu neo-kolonialisme. Titik peristiwa ini menjadi momentum tersendiri dalam terlaksanakannya Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika tersebut. Sebanyak 29 negara hadir dalam rapat tersebut, ini menandakan betapa cukup pedulinya negara-negara pada saat itu dalam melawan neo-kolonialisme yang terangkum dalam Dasasila Bandung sebagai hasil dari konferensi tersebut.
Tepat di hari pembukaan KAA, Soekarno membacakan pidatonya, “Mari kita lahirkan Asia Baru dan Afrika Baru.” Kalimat tersebut sontak memberi semangat tersendiri di dalam diri perwakilan dari 29 negara yang hadir pada saat itu. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang sebagai ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengonsultasikan dengan mereka tentang keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat; keinginan mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan damai antara Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat; penentangan mereka terhadap kolonialisme; dan keinginan Indonesia untuk mempromosikan hak mereka dalam pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat.
Dalam rangka memperingati Hari Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika pada tahun ini marilah kita sama-sama membuka jendela lama dan mulai membaca sejarah kembali. Meskipun sekarang kita sedang ditimpa keadaan yang cukup berat karena fenomena COVID-19 yang sedang terjadi, namun jangan sekali-sekali melupakan sejarah yaa!
コメント