“ASEAN as a New Destination for International Investment: New Opportunities or New Colonialism?”
Berbicara tentang ladang investasi internasional, ASEAN kini mulai dilirik sebagai target investasi baru bagi perusahaan-perusahaan internasional. Namun, pada kenyatannya, hal ini seringkali menimbulkan perdebatan di tengah-tengah masyarakat, yang paling sering adalah penolakan investasi asing karena dianggap menggerogoti perekonomian dalam negeri. Di sisi lain, masih banyak komoditas usaha dalam ASEAN yang membutuhkan impor barang dari luar negeri sehingga hal ini menciptakan peluang baru. Oleh karena itu, kelompok studi mahasiswa IRON FIRE, Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, FISIP, UPN ‘Veteran’ Yogyakarta menyelenggarakan Webinar bertajuk “ASEAN as a New Destination for International Investment: New Opportunities or New Colonialism?” pada Rabu, 2 Desember 2020.
Acara ini dihadiri lebih dari 150 peserta dan dibuka oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN ‘Veteran’ Yogyakarta Dr. Machya Astuti Dewi, M.Si. Beliau menyampaikan bahwa topik yang dibawa pada webinar kali ini akan menjadi perdebatan yang tidak aka nada habisnya, karena suatu investasi pasti memiliki dua sisi yang berbeda dan akan selalu ada yang mendukung dan menentangnya dengan berbagai alasan.
Pelaksanaan diskusi dibuka dengan materi yang disampaikan oleh Pembicara pertama yaitu Dr. Saptopo B.Ilkodar, M.Si. selaku akademisi Hubungan Internasional UPN “Veteran” Yogyakarta mengenai “Daya Tarik ASEAN sebagai Destinasi Investasi”. Beliau menjelaskan bahwa grafik Foreign Direct Investment (FDI) yang masuk ke negara-negara ASEAN cukup stabil. Perbandingan FDI masuk ke Brunei Darussalam menurun, tetapi mungkin pada waktu ini Brunei Darussalam bukan merupakan destinasi impian para investor. FDI Kamboja kenaikkannya cenderung pesat. Indonesia sendiri grafik akhirnya naik, meskipun sempat anjlok. Laos pada 2017-2019 menurun. Grafik Malaysia fluktuatif tetapi kecenderungan akhir menurun. Myanmar mengalami fluktuasi tajam meskipun tidak tiinggi. Fillipina mengalami kenaikan meskipun tidak tinggi. Singapura grafiknya terus naik. Fluktuasi Thailand lumayan tajam. Grafik Vietnam cenderung naik. Apabila ditinjau dari grafiknya, FDI ASEAN cenderung naik tetapi jika ditilik satu-persatu tiap negara ternyata tidak semua FDI negara-negara di ASEAN naik. Grafik FDI Singapura sangat tinggi, meninggalkan negara-negara ASEAN yang lain. Beliau juga menjelaskan kelebihan dan kelemahan negara-negara ASEAN apabila dijadikan tujuan investasi asing.
Diskusi berlanjut mengenai South East ASIA Economic Architecture oleh Research Manager ASEAN Studies Center UGM, Tunggul Wicaksono, S.IP., M.A. Beliau mengatakan bahwa ketika kita menilai human development setiap negara, kita harus melihat juga dari sisi populasinya. Ahli berpendapat bahwa semakin banyak populasi maka keadaan ekonomi negara tersebut akan tumbuh. Tetapi sebagian lagi menyatakan sebaliknya. Memang, bonus demografi harus dimanfaatkan perkembangannya. Apabila kita melihat ASEAN, menempati posisi ke-lima GDP di dunia. Dengan bonus demografi yang dimiliki negara-negara ASEAN, maka tenaga kerja muda bisa menjadi salah satu komoditas perekonomian yang bisa dimaksimalkan.
Diskusi diakhiri dengan pembahasan mengenai “Mendorong Recovery Ekonomi ASEAN melalui Peningkatan Kinerja Sektor Investasi di Tengah Perkembangan Indo Pasifik” oleh Fajar Bambang Hirawan, Ph.D., peneliti dari CSIS Indonesia. Berdasarkan penelitian yang beliau lakukan, fakta mengungkap bahwa transaksi perdagangan ASEAN masih sangat tinggi. Terkait investasi asing, ASEAN masih memimpin disusul oleh Uni Eropa, Jepang, lalu China. Namun, kondisi saat ini dimana COVID-19 sangat mempengaruhi industri dan manufaktur. Ekonomi ASEAN diharapkan akan segera recovery, tergantung seberapa cepat negara-negara beradaptasi. ASEAN perlu mendorong perbaikan ekonomi dengan ikut serta dalam rantai nilai global. Diskusi ditutup dengan sesi tanya jawab oleh peserta kepada pembicara.
Comments